Search This Blog

Tuesday, March 1, 2016

Jangan Bercerai, Bunda

Judul: Jangan Bercerai, Bunda
Penulis: Asma Nadia, dkk
Editor: Diyan Sudihardjo, Nabila Fadiyah
Penerbit: Asma Nadia Pusblishing
ISBN:  9786029055207
Cetak: September, 2013
Tebal: 285 hlm
 Bintang: 3/5

 Perceraian harus dilihat sebagai pintu darurat yang hanya dibuka jika memang sudah tidak ada pilihan lain
Cerai. Kata tabu yang menyimpan banyak ketakutan, tapi pada kondisi tertentu sangat dibutuhkan untuk mengembalikan harapan hidup. Alhamdulillah, dalam keluarga intinya saya, belum ada talak yang pernah terucap, Nau'udzubillah min dzalik. Tetapi, perceraian cukup mudah ditemukan di sekitar, dari keluarga besar atau tetangga. Apalagi, telinga dan mata dicekoki berita-berita perceraian artis melalui infotainment atau berita di laman-laman dunia maya.

Perhelatan nikah yang selalu disambut dengan sumringah, sejatinya membutuhkan perjuangan dan komitmen yang tak luput dari air mata. Adanya orang ketiga, perbedaan prinsip, dan kekerasan dalam rumah tangga menjadi alasan jatuhnya talak, yang banyak ditemukan dalam kumpulan kisah nyata, Jangan Bercerai Bunda

"Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah Talak / cerai”

Perceraian memang dihalalkan, tetapi dampak/perubahan yang ditimbulkan tidak main-main. Tak hanya untuk si pelaku (suami-istri) tetapi juga anak atau orangtua masing-masing. Sehingga Allah pun menjadikan perceraian adalah perkara yang dibenci. Anak adalah pihak yang sering menjadi korban, apalagi jika orangtua masih tetap menggenggam ego dan kebencian pada si 'lawan' setelah perpisahan. 

Aku menyesali proses kami berpisah. Aku benar-benar tidak memperhatikan dampak psikologis anak-anak, terutama Putri.... sebenarnya bisa saja kami tidak harus bercerai. Atau paling nggak kami berpisah dengan baik-baik, kalau saja saat itu aku nggak terbawa emosi, bertindak tanpa membabi buta, dan tidak egois hanya memikirkan menang ~ h.33

Anak membutuhkan sosok ayah dan ibu dalam perkembangannya. Kasih sayang utuh, walaupun orangtua sudah dalam posisi berpisah. Meski tidak dipungkiri, banyak juga anak yang kekurangan kasih sayang akibat orangtuanya terlalu sibuk dengan aktivitas/pekerjaan. 

Yang kutahu Bilfa tak pernah menyesali keadaan. Dia hanya rindu ayahnya, bukan meratapi perpisahan orangtuanya. ~ h.18
Apa keluarga baru Ibu bukan keluargaku? Lalu keluargaku yang mana? Jadi aku tidak punya keluarga? Sungguh membingungkan ~ h. 183

Mengalahkan ego setelah perceraian, demi memberikan kasih sayang pada anak sesuai kapasitasnya, bisa jadi hal yang sangat sulit. Seperti ketika orang lain melukai hati kita, tapi kondisi tetap memaksa untuk bertemu dengan sosoknya, pastinya membutuhkan kelapangan hati yang luar biasa. Perceraian tak jarang menjadi pilihan yang membutuhkan pemikiran panjang meski kondisi sudah kepayahan. Ketakutan akan status anak, jadi omongan tetangga, masalah ekonomi, menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam memutuskan perceraian.

Demi hak Fatimah untuk mempunyai orangtua yang lengkap, aku merelakan diri menerima kekerasan dalam rumah tangga berhari-hari. Tapi aku manusia juga yang ada saatnya melemah karena ujian berat.

Mudahnya diri terbawa emosi, ego yang tinggi, nurani yang kerap terabaikan, memperlihatkan betapa lemahnya manusia. Ketika goncangan rumah tangga dan kebingungan begitu kuat, manusia membutuhkan pegangan yang kokoh dan pemberi keputusan terbaik. Istikharah, menyertakan Allah dalam setiap pengambilan keputusan, sangat diperlukan. Saya menemukannya keistimewaaan Iistikharah dalam cerita 'Saat Untuk Berpisah'  

Salah satu kisah yang menurutku paling menarik adalah Ketika Cinta Pergi. Saya dibuat geleng-geleng kepala dengan kebrutalan pihak keluarga lelaki dalam memisahkan Shinta dan Adhi. Sekuat-kuatnya mereka mempertahankan ikatan, tapi saat keluarga tidak merestui, perceraian bisa terjadi.  Pernikahan tak selalu indah, tapi juga tak melulu sedih. Perlu niat awal dan tujuan yang lurus untuk bisa mempertahankan keutuhan keluarga.
Ternyata 30 tahun belumlah cukup untuk saling memahami dan menghargai pasangan. Di sinilah aku semakin mengerti, ternyata cinta saja tidak cukup dalam membangun rumah tangga. Saat Allah dianggap bukanlah tujuan dalam membina rumah tangga, saat itu pula semua akan goyah. ~ h. 253

0 comments:

 

Sahabat si Cilik Template by Ipietoon Cute Blog Design